Selamat Datang Di SAKAYALOWAS BLOG silahkan anda download apa yang anda butuhkan disini semoga bermanfaat

Haiiii,Baca ini...jangan lupa Komentar nya dooong.....

zwani.com myspace graphic comments

Senin, 10 April 2017

SEJARAH SINGKAT PENGISLAMAN KERAJAAN SUMBAWA

SEJARAH SINGKAT PENGISLAMAN KERAJAAN SUMBAWA

222Sejarah pengislaman Kerajaan Sumbawa dimulai dari masuknya Kerajaan Gowa ke Sumbawa yang datang melalui penaklukkan sekitar tahun 1618 s/d 1623. Sejarah ini memiliki kisah tersendiri yang menarik untuk di telusuri, karena masuknya Gowa semakin memberikan ruang bagi berkembangnya Islam secara lebih merata ke seluruh pelosok negeri.
Sebelum terjadinya penaklukkan, antara Sumbawa dengan Gowa telah terjalin hubungan yang erat melalui komunikasi yang terjadi antara peduduk di kedua wilayah. Sumbawa dimanfaatkan oleh para pedagang Gowa sebagai salah satu jalur penting perdagangan, begitu pula sebaliknya. Jarak yang dekat antara Sulawesi dengan Sumbawa membuat perahu-perahu phinisi Gowa hampir setiap hari hilir mudik dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Daya tarik terbesar Sumbawa saat itu adalah kayu sepang dan kuda. Sedangkan di kalangan para bangsawan Gowa, Sumbawa telah lama di kenal sebagai daerah yang kaya dengan binatang buruan, sehingga pada waktu-waktu tertentu banyak diantara mereka yang datang untuk berburu kijang atau rusa.
Melalui mereka inilah informasi tentang kondisi Sumbawa diketahui oleh Raja Gowa XIV yang saat itu sedang gencar-gencarnya memperkenalkan Islam kepada kerajaan-kerajaan tetangganya. Proses pengislaman ini ada yang dilakukan melalui loby-loby politik namun kebanyakan dilakukan melalui peperangan. Setelah berhasil menaklukkan sebagian besar kerajaan yang ada di Sulawesi, Gowa pun kemudian melirik Pulau Sumbawa dan pulau-pulau kecil disekitarnya, sehingga pada tahun 1616, berangkat pasukan besar dari Gowa yang di pimpin oleh Panglima Angkatan Perang Kerajaan Gowa yaitu Lo’mo Mandalle. Pasukan ini pertama kali mendarat di Bima dan berhasil menaklukkan sekaligus mengislamkan wilayah Bima, Sanggar, Tambora dan Dompu. Dua tahun kemudian yaitu pada tahun 1618, di bawah pimpinan Keraeng Moroanging yang menggantikan posisi Lo’mo Mandalle sebagai Panglima Angkatan Perang, pasukan ini bergerak menuju Taliwang. Daerah inipun berhasil dikuasai termasuk kerajaan-kerajaan sekitarnya yaitu Seran, Jereweh dan Utan Kadali. Selang beberapa bulan kemudian satu demi satu kerajaan-kerajaan lainnya berhasil ditaklukkan termasuk Kerajaan Ngali, dan pada puncaknya adalah penaklukkan Kerajaan Samawa Puin.
Pengislaman yang dilakukan oleh Kerajaan Gowa meskipun hanya dikhususkan pada kerabat kerajaan, adalah tonggak awal dari semakin meluasnya penyebaran Islam di Sumbawa. Dalam sejarah penyebaran Islam, ketika puncak kekuasaan sudah dikuasai, maka tinggal menunggu waktu untuk daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaannya.
Kisah lengkap tentang sejarah pengislaman Kerajaan Sumbawa oleh Kerajaan Gowa terdapat dalam Buku Sumbawa Pada Masa Dulu karangan Lalu Manca yang dikutip dari Piagam perjanjian damai antara Kerajaan Sumbawa yang diwakili oleh Raja Dewa Maja Paruwa dengan Kerajaan Gowa, yaitu :
”Haadza Kalaamulqaati’ yang termaktub dalam buk perjanjian Tanah Gowa dengan Tanah Sumbawa pada Perang Sariyu dengan Suruh Kari Takwa. Telah berkata Kari Takwa, ”Adat kamu dan rapang kamu tiada dibinasakan dan tiada kami rusakkan. Adapun aku meneguh juga kepadamu, tetapi jangan kamu lupakan mengucap Asyhaduanlaailaahaillallah wa Asyhaduanna Muhammadurrasulullah, dan iman kamu jangan tiada meneguh Agama Islam. Demikian pesan Raja Gowa Tuminang Riagamana dengan Raja Gowa pada Raja Sumbawa dan Tanah Sumbawa tiada kami binasakan adatmu dan rapangmu”. Pada masa itu, ada ketika Menteri Tetelu dan Ranga Kiku’ memegang negeri Sumbawa, dan Nene Kalibelah dan Nene Jurupalasan. Memanca Lima dan Lelurah Pitu dan segala orang-orang besar-besar adalah hadir menghadap Raja Sumbawa. Demikianlah adanya. Hijratunnabi SAW 1032 H (1623 M)”.
Setelah Islam menjadi agama resmi kerajaan, utusanpun kemudian dikirim oleh Dewa Maja Paruwa ke seluruh daerah yang telah dikuasai untuk melakukan proses pengislaman secara menyeluruh. Kepergian para utusan tersebut ada yang disertai dengan mubalig namun ada pula yang hanya sebatas memberikan pengumuman kepada masyarakat tentang munculnya Agama Islam dan kewajiban bagi masyarakat untuk memeluknya. Kepergian mereka juga disertai dengan undangan terbuka kepada pimpinan masing-masing daerah baik raja, datu maupun kepala suku untuk menghadiri rapat akbar di Istana Kerajaan. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, Islampun mulai tersebar luas di kalangan masyarakat dan terutama di kalangan bangsawan kerajaan. Raja-raja Hindu yang kemudian memeluk agama Islam adalah Raja Kerajaan Taliwang (Dewa Langit Ling Kertasari), Raja Kerajaan Utan Kadali (Dewa Langit Ling Baremang dan Dewa Langit Ling Utan), Raja Kerajaan Seran, Raja Kerajaan Tangko Empang, dst.
Dalam proses pengislaman yang dilakukan oleh pihak kerajaan, terdapat kisah yang menarik untuk diikuti. Sebagian besar utusan yang dikirim telah mengetahui kalau seandainya Islam bukanlah agama yang asing bagi daerah-daerah yang akan mereka kunjungi. Agama ini telah menarik minat dan simpati masyarakat terutama rakyat kecil yang merasa derajatnya terangkat. Dalam ”buk” desa Tepal dijelaskan bahwa utusan kerajaan yang dikirim ke desa itu bernama Syekh Salahuddin. Ketika pertama kali menginjakkan kakinya ke desa ini, ulama ini merasa heran dan takjub dengan kehidupan masyarakat pada saat itu yang rata-rata telah mengenal Islam, sehingga beliaupun kemudian mengambil keputusan untuk tinggal di tempat itu bahkan sampai akhir hayatnya.
Setelah era Dewa Maja Paruwa, Sumbawa masuk pada era baru yaitu berkuasanya trah Makasar dan Banjar dengan raja pertamanya yaitu Dewa Mas Pamayam41 (1648 – 1668). Raja ini diangkat oleh Gowa sebagai Gubernur Muda dan berkedudukan di bagian barat Sumbawa, yaitu Kerajaan Utan Kadali.
Pada masa pemerintahan Dewa Mas Gowa ini, Islam masih dalam tahap transisi awal yang merupakan masa yang sangat rentan bagi penyebaran Agama Islam, bahkan pada masa ini Dewa Mas Gowa diturunkan secara paksa oleh para pembesarnya karena masih mempertahankan style Hindu. Tentang hal ini terdapat dalam penjelasan Buku Lalu Manca yang di petik dari sebuah ”buk”, yakni :
”Zaman dihilangkan Fitnah dan Kadarsa dan bunga emas atau perak atau bunga barang-barang harta atau gandah bergandah tiadalah boleh didirikan bicara itu. Maka adapun meninggalkan segala bicara itu tatkala Amasa (Mas) Gowa yakni Raja di negeri Hutan itulah Raja yang dikeluarkan didalam kerajaannya oleh segala Menteri dan Penggawanya. Itulah Raja yang memakai bicara Fitnah dan Kadarsa gandah bergandah, itulah sebab dikeluarkan didalam kerajaannya. Syahdan, maka oleh Nene Ranga Nuangsasi maka sampai sekarang tiadalah boleh memakai bicara itu. Tammat”.
Proses pengislaman ini berlangsung selama 27 tahun, hal ini diketahui dengan munculnya pernyataan Sultan Hasanuddin pada tahun 1750, bahwa antara Makasar dan Sumbawa telah dipersatukan dan seluruh masyarakat Sumbawa telah beragama Islam.
Dinasti Dewa Dalam Bawa merupakan dinasti yang didirikan oleh keturunan langsung Sayyid Syamsuddin al-Aydrus yaitu Dewa Mas Bantan atau yang lebih di kenal dengan Sultan Harunnurasyid I (1675 s/d 1702). Dinasti ini merupakan dinasti pertama sekaligus terakhir yang pernah berkuasa pada masa kesultanan Sumbawa.
Sebagai Raja Sumbawa, Dewa Mas Bantan memiliki tugas berat dalam membangun pondasi Islam yang kuat di Sumbawa. Dalam masa pemerintahannya selama 27 tahun, Dewa Mas Bantan membangun Islam pada masa Islam baru mulai belajar merangkak. Sultan ini tidak mewarisi satupun hal yang positif dalam hal pengembangan Islam dari raja sebelumnya yaitu Dewa Mas Gowa. Namun secara perlahan tapi pasti, Dewa Mas Bantan Baru pada masa Dewa Mas Madina (1702 – 1723), wajah Islam mulai berubah secara drastis. Sultan ini melakukan perubahan secara besar-besaran yang ditandai dengan dibentuknya Majelis Islam yang anggota-anggotanya terdiri dari para ulama, sekaligus diterapkannya hukum adat dan hukum kitab berdasarkan adat bersendikan syara’ dan syara’ bersendikan kitabullah. Tentang hal ini terdapat dalam penjelasan Lalu Manca yang dikutip oleh penulis, yaitu :
”…………………………………. Lalu mufakat Hukum Syara’ dengan Adat karena tiada tertanggung oleh hukum yang empat itu pada segala rakyatnya itulah zaman Tuan Syarief Maulana Ali datang dari Banten dengan Tuan Faqieh Ismail itulah maka bersendikan Hukum Kitab dan Hukum Adat. Masa itulah dihilangkan Fitnah Kadarsa bunga emas dan perak ganda berganda karena tiada berlaku pada Rasulullah”. Maka oleh Tanah Sumbawa, jikalau tiada tertanggung oleh Adat lalu bercermin pada Hadiest atau dalil salah satu yang keras serta didirikan zaman sumpah kepada yang memegangkan adat yang setelah sudah mansuh itu, maka yaitullah yang kena la’nat Allah karena sudah mufakat berjanji berteguh-teguhan”.
Diterapkannya semboyan adat bersendikan syara’ dan syara’ bersendikan kitabullah di Sumbawa tidak terlepas dari peran 2 (dua) orang ulama yang merupakan utusan Sultan Banten, yaitu Syarief Maulana Ali dan Faqieh Ismail.
Pada masa Dewa Mas Madina ini pula, juga berlangsung peristiwa besar lainnya, yaitu pengambilan kembali Kerajaan Selaparang yang telah dikuasai oleh Kerajaan Karangasem Bali. Menurut Lalu Manca, kejadian itu berlangsung sekitar tahun 1723, sedangkan penaklukkan Kerajaan Selaparang oleh Kerajaan Karangasem berlangsung pada hari senin tanggal 16 bulan Safar 1051 H atau tahun 1641 M. Penyerbuan ini merupakan akhir masa pemerintahan Sultan Harunnurasyid I, karena di tempat inilah beliau gugur bersama pasukannya dan kakanya yang bernama Dewa Maja Jereweh.
Setelah wafatnya Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I, sultan berikutnya yang memerintah Sumbawa adalah para riwa batang (pemangku Sultan) yaitu Dewa Loka Ling Sampar, saudara kandung Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I atau yang lebih di kenal dengan nama Datu Bala Sawo dan Dewa Ling Gunung Setia (Datu Taliwang). Pada masa kedua riwa batang ini, syari’at Islam mulai diperkuat melanjutkan apa yang telah dimulai oleh Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I. Setelah kedua riwa batang ini, di angkat sultan baru yaitu Dewa Sesung atau Datu Poro yang bergelar Sultan Muhammad Kaharuddin I.(HMB)
Sumber : SAKAYALOWAS
***Yang mengcopy Paste tulisan ini harap mencantumkan Sumbernya guna kita menghargai Tulisan dan karya seseorang agar anda tidak dikatakan PLAGIAT

0 komentar:

Posting Komentar

Harap Tinggalkan pesan anda,,,

Tulisan Populer